Sabtu, 31 Januari 2009

Keluarga

TAHAPAN BERKELUARGA
by: Syoviatul Yadaini, S.Kep, Ns


Keluarga adalah lingkup kecil dari hidup bermasyarakat yang setiap manusia tidak bisa terlepas darinya. Keluarga dimulai dari sebuah ikatan perkawinan antara seorang pria dengan wanita, yang tidak terlepas dari penyatuan dua keluarga yaitu keluarga mempelai laki-laki dengan keluarga mempelai perempuan.

Banyak orang beranggapan pernikahan adalah sesuatu yang asyik, menyenangkan, nikmat dan tidak ada masalah namun anggapan itu salah karena dengan berkeluarga berarti memulai sesuatu yang baru, sesuatu yang unik, menyatukan dua orang yang berbeda. Banyak hal-hal yang tidak disadari dan tidak disangka akan muncul apalagi setelah dalam jangka waktu tertentu keluarga dihadapkan dengan kelahiran anak yang akan merubah segala sesuatunya. Pada umumnya hal-hal yang tidak diinginkan akan banyak muncul setelah punya anak namun bukan berarti punya anak akan menambah masalah. Anak juga adalah rahmat yang bisa merubah suasana kuluarga tambah harmonis,, tambah ceria dan semakin berarti.

Banyak hal-hal yang membuat keluarga bermasalah maupun bahagia salah satunya tahapan perkembangan keluarga. Tahapan ini amatlah penting diketahui dan dipahami oleh setiap pasangan agar terbina keluarga sakinah mawaddah warahmah. Perkembangan keluarga merupakan interaksi antara anggota keluarga itu sendiri. Tahapan ini dibutuhkan karena dalam mempunyai anak ada tingkat kebutuhan yang berbeda-beda. Tahap perkembangan keluarga menurut Dufal di bagi dalam 8 tahapan yaitu:

1. Keluarga baru (menikah)

2. Keluarga dengan balita (anak 1 dengan usia <8 bulan)

3. Keluarga dengan maksimal usia pra sekolah (2,5 tahun s/d 6 tahun)

4. Keluarga dengan anak usia sekolah (6 s/d 13 tahun)

5. Keluarga dengan anak remaja (13 tahun s/d 20 tahun)

6. Keluarga dengan dewasa muda

7. Keluarga dengan usia pertengahan

8. Keluarga dengan usia tua

Menikmati setiap tahapan merupakan hal yang sangat menyenangkan dan membuat hidup jadi berarti.

Jumat, 30 Januari 2009

Cara Cepat Punya Anak



MERENCANAKAN KEHAMILAN DENGAN METODE KALENDER

by : SYOVIATUL YADAINI, S.Kep, Ns

Kehamilan adalah salah satu hal yang dinantikan oleh pasangan suami istri apa lagi pasangan yang baru menikah. Seorang perempun akan merasa sempurna menjadi seorang istri apabila bisa hamil dan melahirkan dengan selamat. Banyak suami yang protes pada pasangannya tatkala momongan yang dinantikan tak kunjung ada. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada sekelompok masyarakat di RRC yang mengatakan kehadiran anak akan memberikan nuansa baru bagi suami istri.

Banyak hal yang harus diperhatiakn agar terjadi kehamilan salah satunya adalah kedua pasangan sama-sama fertile. Tatkala menyinggung masalah fertile/infertile, istri kerapkali menjadi bulan-bulanaan dan dianggap kurang berhasil dalam berhubungan yang mengakibatkan hubungan kurang harmonis. Oleh karena itu banyak cara yang dilakukan seorang istri agar bisa hamil, salah satunya adalah dengan “system kalender (Metode Kalender)”.

Metode Kalender adalah metode dimana pasangan suami istri dianjurkan berhubungan seksual pada saat siklus subur seorang wanita. Seorang wanita dikatakan subur apabila terjadi Ovulasi. Ovulasi itu sendiri adalah pelepasan sel telur dari indung telur, yang terjadi 14 hari ± 2 hari sebelum hari pertama menstruasi berikutnya. Caranya:

Ovulasi= Tanggal haid bulan terakhir ± 14 hari

Sel telur yang telah dilepaskan hanya bertahan hidup selama 24 jam, namun sperma bisa bertahan selama 48 jam setelah melakukan hubungan seksual. Karena itu pembuahan dapat terjadi apabila hubungan seksual dilakukan 2 hari (48 jam) sebelum ovulasi dan 1 hari (24 jam) setelah ovulasi.

Adapun cara lain penghitungan metode kalender atau pantang berkala adalah berdasarkan panjang siklus menstruasi, kemungkinan waktu ovulasi, jangka waktu sel telur masih dapat dibuahi, dan kemampuan sperma untuk bertahan di saluran reproduksi wanita. Periode subur seorang wanita dihitung dari :

Siklus Menstruasi Terpendek – 18

Dan

Siklus Menstruasi Terpanjang - 11



Catt: Siklus menstruasi dicatat selama minimal 3 bulan terakhir

lebih baik bila dalam 6 bulan terakhir.

Contoh:

Bila siklus terpendek seorang wanita adalah 25 hari, dan siklus terpanjangnya 29 hari, maka periode suburnya adalah (25 – 18) dan (29 – 11) yang berarti hubungan seksual dianjurkan dilakukan pada hari ke-7 sampai hari ke-18 setelah menstruasi.

Selain dilakukan dengan metode kalender, masa subur juga bisa ditandai dengan peningkatan suhu tubuh dan lender serviks yang kental.

Semua cara yang dilakukan juga tidak terlepas dari emosi dan ikatan bathin antara suami istri yang mana akan manambah kenyamanan dalam berumah tangga.

Rabu, 28 Januari 2009

Kanker, Kemoterapi

Adaptasi Psikososial Pada Pasien Kanker Yang Menjalani Kemoterapi
by : Syoviatul Yadaini, S.Kep, Ns


Pendahuluan

Kanker merupakan penyakit yang paling ditakuti dan mencemaskan dari semua penyakit lain. Kanker terkait dengan masalah fisik, nyeri, kesengsaraan, ketakutan akan kematian dan biaya. Hal tersebut dikarenakan pasien yang menderita kanker akan mengalami program pengobatan yang lama dan tidak menyenangkan (Keliat, 1997).

Di negara berkembang kanker merupakan salah satu penyakit yang banyak menyebabkan kematian. Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga, kematian yang disebabkan kanker meningkat dari tahun ke tahun, di Indonesia diperkirakan setiap tahunnya terdapat penderita kanker yang baru dari 100.000 penduduk (Yayasan kanker Indonesia, 2005). Menurut Napalkov (1995), jumlah penderita kanker di dunia mencapai enam juta jiwa dan setiap tahunnya bertambah tiga juta penderita, serta umumnya terdapat kematian penderita kanker di bawah usia 65 tahun. Di Indonesia jumlah penderita kanker juga terus meningkat dalam 20 tahun terakhir. Jenis kanker yang paling sering ditemukan di Indonesia adalah kanker leher rahim, payudara, paru, hati, nasofaring, prostat, ginjal, leukemia dan kelenjar getah bening (Herla, 2004).

Untuk mengatasi penyakit kanker perlu dilakukan berbagai terapi dan salah satu terapi yang biasa dilakukan adalah kemoterapi. Kemoterapi berguna untuk mencegah dan mengurangi pertumbuhan sel yang ganas, sebelum memasuki tahap aman untuk melakukan operasi pada pasien, namun efek samping yang ditimbulkan akibat kemoterapi dapat menimbulkan stress pada pasien (Djoerban, 2004). Kemoterapi yang harus dijalani pasien kanker ditambah lagi dengan prognosa penyakit yang belum jelas dapat menimbulkan perasaan cemas, depresi dan putus asa (Senascu, 1963 dalam Charles, 1992). Selain itu serangkaian terapi yang dilakukan sangat panjang dan melelahkan, merupakan faktor yang secara tidak langsung dapat menjadi suatu penyebab timbulnya stres dan depresi (Litchman et al, 1989 dalam Shelley, 1995).

Akibat adanya stres yang muncul dari kemoterapi, individu akan menggunakan koping yang digunakan untuk merespon stres yang timbul. Dapat dikatakan bahwa penyakit kanker dan kemoterapi yang dijalani merupakan stresor yang besar bagi penderita kanker. Dan stresor tersebut dapat mempengaruhi kemampuan koping dari pasien itu sendiri (Keliat, 1997). Individu yang mempunyai koping yang adaptif akan mampu mengatasi dan menganggulangi stres yang muncul, namun sebaliknya individu yang memiliki koping yang maladaptif akan mengalami stres yang ber kepanjangan (Edgar, 1987, dalam Carry&Watson, 1991).

Dalam memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan yang tepat, maka perawat harus mampu mengetahui respon adaptasi pasien terhadap perubahan pada diri dan lingkungannya. Tujuan utama perawatannya adalah untuk membantu pasien membangkitkan semangat hidup dan mengembalikan harga diri positif serta melanjutkan produktivitasnya di masyarakat.